Beranda » Jepang membatalkan rencana untuk mengkriminalisasi pasien COVID-19 yang tidak patuh

Jepang membatalkan rencana untuk mengkriminalisasi pasien COVID-19 yang tidak patuh

  • oleh andylala

Partai Demokrat Liberal (LDP), sebuah partai yang berkuasa di Jepang pada Kamis (28/1) sepakat untuk membatalkan rencana yang menjerat tindak pidana bagi pasien COVID-19 yang menolak dirawat di rumah sakit. Hal itu dilakukan menjawab kritik dari kelompok partai oposisi Pemerintah yang menyatakan bahwa hukuman itu terlalu keras.

Dikutip dari Kyodo News, pemberlakuan hukuman penjara hingga satu tahun sebelumnya telah direncanakan sebagai bagian dari upaya Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga untuk mengatasi lonjakan infeksi Virus Corona baru-baru ini.\

BACA JUGA : Pertama Kali di Jepang Warga Kawasaki Latihan Vaksinasi 15 Menit Per Orang

Namun demikian, Partai Demokrat Liberal yang berkuasa dan oposisi utama Partai Demokrat Konstitusional Jepang menyetujui denda untuk menghukum pasien COVID-19 yang tidak kooperatif. Termasuk diantaranya restoran dan bar yang menolak untuk mematuhi perintah untuk jam operasional yang lebih pendek.

Parlemen Jepang dalam waktu dekat akan memulai rapat tentang revisi yang diperlukan terhadap undang-undang penyakit menular dan undang-undang tindakan khusus virus corona dan mulai memberlakukannya pada Rabu pekan depan.

Suga mengatakan, pemerintah akan menghormati dan mematuhi perubahan revisi Undang-Undang tersebut.

BACA JUGA : Mengapa Vaksin Buatan Jepang Terlambat?

“Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk membendung penyebaran virus corona,” kata Yoshihide Suga kepada wartawan.

Sebelumnya Pemerintah berencana untuk menjatuhkan hukuman penjara hingga satu tahun atau denda maksimal 1 juta yen ($ 9.500) bagi orang-orang yang menolak dirawat di rumah sakit setelah dinyatakan positif mengidap Virus Corona. Termasuk diantaranya denda hingga 500.000 yen bagi mereka yang menolak dirawat di rumah sakit.

Pemerintah juga berencana untuk memberlakukan denda hingga 500.000 yen pada restoran dan bar yang tidak bekerja sama dengan pemerintah untuk mempersingkat jam operasional mereka dalam keadaan darurat. Termasuk pula denda 300.000 yen untuk mereka yang berada dalam situasi yang dikategorikan di bawah prefektur yang berstatus keadaan darurat.

Hiroshi Moriyama, dari LDP, mengakui telah terjadi ketidaksepakatan bahkan di dalam partai yang berkuasa mengenai apakah hukuman pidana yang diusulkan itu sesuai.

“Kami memutuskan untuk menarik (rencana) setelah meminta keputusan perdana menteri,” kata Moriyama kepada wartawan setelah pertemuan dengan Jun Azumi dari oposisi utama Partai Demokrat Konstitusional Jepang (CDPJ).

Kepala CDPJ Yukio Edano menyambut baik keputusan tersebut.

“Kami mengambil langkah besar ke depan,” katanya pada pertemuan partai oposisi.

Di tengah kenaikan infeksi Virus Corona baru-baru ini di Jepang, Suga mengumumkan keadaan darurat kedua yang mencakup Tokyo dan tiga prefektur yang berdekatan pada 7 Januari dan memperluasnya ke tujuh prefektur lainnya kurang dari seminggu kemudian.

BACA JUGA : Melalui Telepon, Suga & Biden Sepakati Penguatan Aliansi Jepang – AS

Dukungan publik untuk perdana menteri telah menyusut di tengah kritik bahwa desakannya untuk menjaga perekonomian menyebabkan respons pandemi tertunda.

Sementara gelombang infeksi ketiga tampaknya telah melewati puncaknya. Mematian nasional yang dikaitkan dengan Virus Corona mencapai rekor satu hari sebanyak 113 pada Kamis (28/1). Sementara itu rumah sakit mengaku kewalahan dengan kasus COVID-19 yang serius.

Prefektur Tokyo mencatat 1.064 infeksi baru pada hari yang sama, menjadikan total kumulatif di ibu kota menjadi 97.571.

Dalam keadaan darurat, pemerintah telah mendesak masyarakat untuk tinggal di rumah sebanyak mungkin dan meminta bar dan restoran untuk memotong jam buka. Perusahaan didorong untuk mengadopsi kerja jarak jauh, sementara kehadiran di acara-acara besar dibatasi.

Namun hingga saat ini tidak ada sanksi bagi menolak memenuhi permintaan tersebut. Beberapa restoran, yang sudah terpukul oleh pandemi, telah mengabaikannya untuk menghindari kehilangan lebih banyak pelanggan.

Suga telah menetapkan 7 Februari sebagai tanggal berakhirnya keadaan darurat. Tetapi sumber pemerintah dan partai yang berkuasa mengatakan, kemungkinan akan diundur, dengan satu opsi menjadi perpanjangan hingga akhir Februari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.