NIINDO – Kedai-kedai sushi di Jepang menutup usahanya sejak masa pandemi Covid pada tahun 2020. Hal ini disebabkan inflasi yang membuat kenaikan harga bahan baku, kekurangan staf, dan pengurangan dukungan era Covid.
Sushi merupakan salah satu hidangan paling ikonik di Jepang dengan penggemar di seluruh dunia, namun di negara asalnya, usaha sushi tengah mengalami kesulitan.
Baca juga : Uni Eropa Minggir, Ekspor Ikan RI ke Jepang Bebas Pajak
Mengutip dari BNN Bloomberg, Senin (12/2/2024), perusahaan riset Tokyo Shoko Research Ltd mencatat pada bulan Januari lima restoran bangkrut di Jepang. Jumlah ini adalah yang tertinggi dalam sebulan sejak Agustus 2020.
Tokyo Shoko Research juga melaporkan bahwa jumlah ini telah melampaui 30 kasus yang terjadi pada tahun 2020, karena restoran-restoran kecil kesulitan beroperasi pada saat inflasi menyebabkan biaya makanan dan utilitas naik. Selain itu, kewajiban untuk membayar pinjaman era Covid turut menambah beban.
Dalam beberapa tahun terakhir, Jepang terkena dampak lonjakan inflasi global setelah mengalami beberapa dekade penurunan harga dalam ekonomi deflasioner. Kenaikan biaya hidup bagi rumah tangga Jepang disebabkan kenaikan harga impor dan pelemahan yen.
Baca juga : Messi Main di Jepang, Pemerintah Hong Kong Minta Penjelasan Inter Miami
Biro Statistik Jepang merilis data bahwa dalam beberapa dekade tahun lalu, dengan harga ikan naik 14,8% dari tahun sebelumnya pada bulan Mei, inflasi makanan melonjak ke level tertinggi.
Tokyo Shoko Research menyebutkan kebangkrutan perusahaan secara keseluruhan meningkat di Jepang, tetapi sektor jasa termasuk restoran adalah yang paling terpukul, mengalami jumlah kegagalan terbanyak. Tahun lalu, 45 restoran ramen bangkrut, sekitar dua kali lipat dari tahun sebelumnya.
Dikutip dari Okezone.com